SOCIAL MEDIA

Gianyar - Bali, Tempat yang Eksotis

Thursday, April 9, 2020

Perempuan-perempuannya yang cantik, tempatnya yang indah. Gianyar begitu eksotis.

Agustus 2019 lalu, saya dan suami liburan ke Bali. Tempat kami menginap sewaktu sampai di Bali adalah Umah Hoshi, Sebatu, Gianyar, Bali. Mendarat di Bali sekitar pukul 17.00 an WITA, satu jaman nunggu motor sewaan. Akhirnya skip dulu lihat sunset dan makan malam di Jimbaran.

Kami cari tempat makan di pinggir jalan saja, selesai makan lanjut ke penginapan di Sebatu. Jujur, saya tidak mengira kalau tempat menginap kami akan dingin sekali. Itinerary suami yang atur, saya tinggal packing baju saja. Tidak tanya suami juga akan seperti apa weather disana, mikirnya ya Bali pasti panas ya, kan bule-bule pada berjemur ke Bali. Suami bilang kalau Sebatu itu daerah yang lebih tinggi dari kota, masih banyak hutan dan sawah-sawahnya. Tapi tidak bilang disana dingin banget (ternyata dia juga tidak tahu). Saya mikirnya ya tidak akan terlalu dingin, masih bisa ditahan lah, gitu. Ternyata fikiran itu salah besar. Sungguh Sebatu dingin sekaliiii.

Mungkin juga karena perjalanan kami menuju Sebatu sudah malam. Jalanannya sepi, gelap, tidak banyak lampu jalan, dan dingiiinnnn. Sungguh waktu itu saya kedinginan (apalagi suami yang bawa motor ya). Padahal masih pukul 20.00 atau 21.00 an WITA. Karena menuju desa, jadinya hampir tidak ada orang di luar rumah, bahkan rumahnya pun remang-remang gitu (lampu orange). Di tambah dengan pintu rumah Bali yang penuh dengan ukiran, agak merinding ya lihatnya malam-malam.

Di tengah gelap dan dinginnya jalanan, bulan dan bintang terasa terang sekali. Waktu itu banyak sekali bintang di langit Sebatu. Mungkin karena langitnya tidak banyak polusi seperti Jakarta, jadinya bintang seperti bertaburan di langit, indah sekali. Kami sampai berhenti di pinggir sawah untuk menikmati keindahan itu.

Sesampainya di Umah Hoshi, kami tidak bisa melihat pemandangan sekitar karena seperti di perjalanan tadi, gelap dan remang-remang. Disambut oleh resepsionis yang ramah, dengan pakaian khas Bali tidak ketinggalan bunga kamboja di telinganya yang membuat anggun (pokoknya Bali banget deh). Mbaknya juga informatif sekali tentang tempat wisata disekitar Sebatu, Gianyar.
Setelah pagi, semua keindahannya jelas terlihat.

Sesampainya di kamar, ternyata tidak kalah seram ya kamarnya (padahal saya yang request kalau nginap disana saja biar bisa menikmati suasana desanya Bali). Semuanya terbuat dari kayu, dinding, lantai, atap, pintu, meja, bangku, tempat tidur, lemari, bahkan kamar mandinya beratapkan langit (sebagiannya ada atap, tapi tetap agak seram  awalnya), lantai kamar mandi batu-batu putih, bathtub dari batu, hampir semua materialnya dari bahan alami, dan lampu yang masih remang-remang.
Kamar tempat kami menginap di Umah Hoshi

Malam semakin larut, saya tidak bisa tidur. Udara yang begitu dingin hingga 16 derajat Celcius, suara jangkrik yang terdengar jelas, pun suara dedaunan yang terhembus angin. Awalnya saya mengira itu semua seperti film horor, lalu saya menyadari bahwa suara-suara itu nyaman sekali. Kapan lagi saya bisa menikmati suasana seintim itu dengan alam ketika tidur. Akhirnya saya ketiduran juga.

Paginya kami menikmati teh hangat di teras kamar. Lanjut sarapan di restorannya Umah Hoshi. Letaknya di lantai dua, dengan view yang sangat indah. Sarapan ditemani musik khas Bali (akhirnya berganti lagu pop yang melow), disambut suara padi dan daun kelapa yang ditiup angin, juga suara air sungai yang mengalir, damai sekali bukan? Membayangkan lagi saja saya sudah ingin kembali kesana.
View dari Restoran Umah Hoshi

Tempat yang kami kunjungi selama / disekitar Gianyar.

Bali Handara Gate
Untuk foto disini ada tiketnya, kalau tidak salah Rp 30,000 an per orang. Waktu itu lagi ramai, weekend memang. Fotonya antre gitu, tapi antre yang teratur ya.
Awkward ya foto dilihat banyak antrean

Pura Ulun Danu Bratan
Setelah dari Handara Gate, lanjut kesini. Ada tiket masuknya juga, saya lupa berapa harganya. Mungkin Rp 40,000 - Rp 50,000 an per orang. Untung kami sempat foto-foto dengan Puranya, setelah itu kabutnya turun menutupi Pura. Mendadak jadi dingin sekali, saya sampai menggigil. Tapi bule-bule santai aja gitu.
Suami dan selembar uang kertas Rp 50,000

Warung Nasi Ayam Kedewatan Ibu Mangku, Ubud
Kalau lagi di Ubud, jangan lupa makan disini ya. Nikmat sekali, terlihat dari fotonya kan. Mohon maaf, saya lupa budget makan disini.

Ubud Traditional Art Market
Saya penasaran saja dengan Pasar Ubud ini, sepertinya hits sekali di Pinterest. Ternyata memang tempat yang dicari bule-bule. Disekitar Ubud Traditional Art Market banyak sekali tempat makan, cafe, bar, toko baju, distro, dll. Yang mungkin menurut bule harganya terjangkau, tapi tidak dengan saya. Saya tidak belanja disini. Kami hanya makan siang di Halal Ubud Burger dan gelato (lupa nama brand gelatonya).

Setelah dari Ubud Tratidional Art Market, kami melanjutkan perjalanan ke hotel berikutnya yang letaknya lebih ke kota agar dekat dengan pantai.

Lalu saya menyadari bahwa Gianyar memang beda. Suasana Balinya masih kental sekali. Perempuannya yang dengan pakaian adat serta bunga kamboja di telinga. Pintu rumah yang Bali sekali. Janur yang dipasang disepanjang jalan. Alamnya yang indah, sejuk. Begitu eksotis, saya tidak tahu harus bagaimana lagi mendeskripsikan keindahan disana. Pokoknya eksotis sekali!

Semoga bisa kembali.


SR

2 comments :

  1. Aku kalau ke Gianyar cuma ke Pasar Sukowati :D Pengen banget nginep di suasana pedesaan gitu juga. Huhuhu semoga corona cepat hilang deh, pengen banget kabur ke Bali jadinya lihat postingan ini

    ReplyDelete
  2. Aamiin, semoga corona cepat pergi ya kak. Bisa jalan-jalan lagi :')

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...